Kesenian
tidak dapat dipisahkan dengan dunia informasi. Dua hal ini sangat berkaitan
sekali, walaupun terkadang banyak di antara kita menganggap kedua hal tersebut
sangat jauh berbeda. Namun tahukah Anda bahwa informasi yang terkandung dalam
sebuah pementasan karya seni bukan hanya informasi tersurat saja, akan tetapi
informasi tersiratnya pun sangat banyak. Pada zaman dahulu, kesenian digunakan
oleh para sastrawan dan seniman untuk menyampaikan informasi kepada halayak
banyak. Media kesenian dikenal ampuh dalam merebut hati masyarakat kala itu. Ambil
saja contoh misalnya pementasan sebuah teater yang pada merupakan salah satu
bentuk karya seni pementasan yang memberikan informasi kepada penontonnya
melalui lakon yang diperankan dan karakter dialog yang diucapkan.
 |
Musik pembuka pentas oleh Sanggar Nuun |
Salah
satu kelompok teater yang begitu banyak dikenal masyarakat ialah UKM pementasan
teater yang dikembangkan oleh UIN Sunan Kalijaga yang diberi nama Teater ESKA. Teater binaan Dra. Labibah Zain, M.LIS dan
kawan-kawan ini bukan hanya mempertontonkan seni acting di atas panggung saja,
akan tetapi Teater ESKA juga sangat sering mengangkat diskusi tentang isue-isue
umum dalam kehidupan bermasyarakat dan bahkan dalam dunia pemikiran modern
sekarang ini.
Di penghujung tahun 2013 silam, Teater ESKA melepas hajat tiga
pertunjukan dari tiga sutradara dalam satu panggung. Jika melihat kronik
pertunjukan Teater ESKA, maka kita akan berjumpa kembali dengan catatan gelaran
“Studi Pentas”, “Tadarus Puisi”, dan “Pentas Produksi”. Pada kesempatan itu
pula Teater ESKA menambah satu lagi gelaran teaternya yang diberi nama “Tiga
Bayangan”.

Tiga Bayangan merupakan
sebuah studi lanjut untuk semua anggota dalam penciptaan teater pra-produksi
Teater Eska UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Berbeda
dengan gelaran Studi Pentas yang hanya diperuntukkan bagi calon anggota baru
yang hendak masuk mencari makna sebagai aktor dalam pentas realitas, maka Tiga
Bayangan ini menekankan pada proses pencarian dan penjelajahan ide yang lebih
luas, konsep, dan bentuk artistik panggung. Oleh karena itu, Tiga Bayangan
tidak hanya memproduksi pertunjunkan, tetapi berkisah tentang pergulatan pemikiran
serta bagaimana ide-ide dikomunikasikan kepada penonton agar menjadi
informasi yang bermakna.
Tahun 2016 ini merupakan
tahun kedua pentas Tiga Bayangan ini di gelar. Sebagaimana tahun pertama pada 2013 silam,
pertunjukan kali ini Teater Eska juga mempersembahkan tiga repertoar dari tiga
sutradara yang disatukan dalam satu panggung. Gelaran ini akan hadir pada
tanggal 02 April 2016, pukul 19.30 di Gelanggang UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Tiga
Bayangan dikondisikan
sebagai persiapan menuju proyek tertinggi dalam Teater Eska, yaitu Pentas
Produksi. Masingmasing repertoar berjudul “Jamais Vu” dengan sutradara Jauhara
N. Azzadine, “Neosamting (Blues Tanpa Minor Harmonik)” yang disutradarai
Muhamad Saleh, dan “Persoalan Hidup dan Beberapa Pertanyaan Payah” garapan sutradara
Lailul Ilham. Tiga repertoar ini menawarkan sudut pandang dalam melihat
kenyataan sosial kita hari ini.
 |
Pristiwa yang terus berulang-ulang |
"Jamais Vu" adalah pertunjukkan pertama yang tampil
dan diperankan oleh Nevy Pelawati Agustina, Ahmad Kurniawan, dan Annisa Ayu
Latifah. Pementasan ini mengisahkan Vel yang sadar akan penantian sesuatu yang sangat berarti dan tak pernah ditemukannya. Vel bagaikan seorang penanti waktu yang setia menyaksikan
pengulangan-pengulangan peristiwa dari masa lalu, sekarang, dan masa depan. Vel
menyatakan bahwa kehidupan itu layaknya bianglala waktu, terus berputar dan berulang
kembali. Mungkin terlihat berbeda, tapi sebenarnya sama. Ditengah peristiwa
yang terus berulang, Vel sadar bahwa hidupnya hanyalah penantian-penantian yang
tak berarti dan membosankan.
 |
Perdebatan antara siap dan tidak siap menjalani hidup |
"Persoalan Hidup &
Beberapa Pertanyaan Payah" tampil sebagai pertunjukan kedua yang diperankan oleh Efendi, Habiburrahman, dan
Abdul Ghofur. Pada pementasan kedua ini mengisahkan tentang tiga tokoh dari kelas sosial yang berbeda, yang tidak habis-habisnya memperdebatkan kesiapan dan ketidaksiapan menjalani hidup. Dari perdebatan panjang yang tak berujung itu mereka bertiga mengambil kesimpulan bahwa yang menjadi persoalan bukanlah siap atau tidak siapnya melainkan masalah waktu. Di sisi lain pementasan kedua ini mengisahkan adanya jurang pemisah kelas sosial antara si kaya dan si miskin dan itu yang sesungguhnya menjadi akar dari konflik sosial yang kerap terjadi di negeri ini. Pribadi-pribadi yang hadir di panggung adalah subjek antar kelas yang saling terlibat dan saling melengkapi, namun pada akhirnya si kayalah yang diuntungkan, sementara keringat si miskin tak beroleh manfaat kecuali kepada tuannya, si kapital yang brengsek itu.
 |
Obsesi Plus yang tak memberinya apapun |
"Neosamting" (Blues Tanpa Minor Harmonik)" tampil sebagai pertunjukan penutup dari Pementasan Tiga Bayangan ini. Berbeda dengan dua pertunjukkan sebelumnya, dalam pementasan ini hanya diperankan oleh dua orang saja yaitu Wahyu
Mukti Asri dan Neneng Hanifah Maryam. Pertunjukan terakhir ini menampilkan
tokoh Plus yang terobsesi untuk menemukan hal-hal
baru. Plus menghabiskan waktunya hanya demi obsesi yang tak memberinya apapun. Berbeda dengan Min sebagai tokoh yang lain terus menghasilkan karya meski
tidak baru. Dia berpikir untuk tidak menyia-nyiakan hidupnya yang sementara. Pertunjukan ini membidik sesuatu yang sederhana namun penting dalam setiap babakan perubahan di dunia.
Judul : Seruput malam bersama Pentas Tiga Bayangan Teater ESKA
Deskripsi : Kesenian tidak dapat dipisahkan dengan dunia informasi. Dua hal ini sangat berkaitan sekali, walaupun terkadang banyak di antara kita m...